Sabtu, 04 Juli 2009

Bagaimana menjadi muslim apa adanya?

Muslim adalah orang yang berkata: aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku besaksi pula bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Perkataan itu bukanlah sekedar kata-kata yang terucap begitu saja sehingga menjadi kata yang tak berarti, baik bagi yang mengucapkannya maupun bagi yang mendengarkannya. Tapi kata-kata itu terucap atas dasar pengetahuan, kesadaran dan cinta.
Penyebutan seseorang dengan identitas muslim bukan akibat dari pengucapan dua kalimat syahadat itu, tapi akibat dari pengetahuan, kesadaran dan cinta yang membuatnya terdorong untuk mengucapkannya. Apa yang diucapkannya hanyalah bentuk lahir dari pengetahuan, kesadaran dan cinta yang tertanam di hatinya terhadap realias ketuhanan dan kenabian.
Pengetahuan tentang Tuhan yang diperoleh muslim dari seorang yang sengaja diutus Tuhan untuk mengajarkan pengetahuan itu, menumbuhkan kesadaran dalam dirinya. Sadar akan posisi dirinya di tengah-tengah alam semesta. Jika alam semesta tengah bergerak dengan teratur menurut hukum yang ditetapkan untuknya (kita sering menyebutnya hukum alam) maka orang itu juga menyadari bahwa ia juga bergerak berdasarkan hukum yang ditetapkan untuknya pula. Timbul kesadaran bahwa alam semesta, orang itu, dan kita bergerak berdasarkan satu ketetapan tertentu, menuju ke satu tujuan. Dari situ, timbullah cinta. Aktifitasnya adalah merindukan. Rindu akan satu tujuan yang dituju oleh semua bagian alam semesta, yaitu Tuhan.
Pengetahuan, kesadaran dan cinta itulah Allah, tuhan semesta alam yang membentuk kita menjadi muslim. Simbolnya adalah pengakuan terhadap keesaan Allah dan kenabian Muhammad SAW.
Makna menjadi muslim adalah menjadi orang yang tunduk dalam kepasrahan. Pasrah lahir-batin, rohani-jasmani. Kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah adalah simbol kepasrahan rohani. Sedangkan kesaksian bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah adalah simbol kepasrahan jasmani.
Tuhan adalah semua kecenderungan atau kegandrungan hati. Hati kita memiliki kecenderungan terhadap kekuatan, kekuasaan, kekayaan, kepandaian, kecantikan dan sebagainya. Jika semua itu atau sebagiannya tidak dimiliki maka hati cenderung ingin memilikinya. Apabila hati cenderung terhadap kekuasaan, maka kita selalu ingin meraih kekuasaan, sekecil apapun, atau paling tidak kita ingin dekat penguasa.
Setelah kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, semua kecenderungan hati itu menjadi hilang. Tidak ada kecenderungan selain Allah. Satu-satunya kecendeungan hati hanyalah Allah. Apabila hati menginginkan keindahan maka hati menginginkan Allah yang Maha Indah, dan seterusnya. Lantas hati menjadi pasrah kepada Allah karena Allah memiliki semua yang dinginkan hati. Hati yang pasrah senantiasa mengingat Allah. Oleh karenanya, hati menjadi tenang. Karena ia mengetahui, menyadari dan mencintai kecenderungan sejatinya yaitu Allah.

”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. 13:28)

Al Qur’an banyak menyebut hati dengan istilah Qalbu. Makna dasarnya adalah : membalik, kembali, pergi maju-mundur, berubah, naik-turun, mengalami perubahan. Singkatnya, hati adalah tempatnya keresahan. Hati menjadi resah gelisah karena menginginkan ini dan itu. Setelah menyatakan kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, hati menjadi tenang, karena tidak ada lagi ini dan itu, yang ada hanyalah Allah.
Mulai dari sini kita bisa mengatakan bahwa satu-satunya pekerjaan hati adalah senantiasa mengingat Allah. Kepasrahan hati adalah menyerahkan semua kecenderungannya kepada Allah, tiada yang lain selain dia.
Selain pasrah hati, muslim juga harus pasrah lahir. Karena itu, kesaksian pertama terangkai dengan kesaksian kedua, yaitu kesaksian tentang kenabian Muhammad SAW. Sebagai simbol penyerahan diri, kedua kalimat kesaksian itu harus dinyatakan sekaligus secara berurutan. Tidak boleh menyatakan yang pertama saja atau yang kedua saja, harus kedua-duanya secara berurutan
Setelah menyerahkan kecenderungan hati, muslim harus menyerahkan aktifitas tubuh. Dengan demikian, tidak ada aktifitas yang dilakukan oleh tubuh kecuali aktifitas yang telah Allah tetapkan melalui Nabi-Nya, Muhammad SAW, yang disebut dengan syariat. Dengan demikian, penyerahan diri seorang muslim adalah penyerahan total meliputi sisi rohani dan jasmani.
“Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam". Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS. 2 :131-132)

Baca selengkapnya di http://sutris.blogspot.com/2008/08/menjadi-muslim-apa-adanya.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar