Kamis, 09 Juli 2009

Abu Nawas

Abu Nawas

Siapa yang nggak kenal nama ini. Dari anak kecil ampe orang tua hampir semua tahu siapa tuh Abunawas seorang tokoh cerdik n pinter yang sarat dengan cerita-cerita lucu, bahkan kadang jorok. Nggak tau tuh asalnya dari mana, yang pasti penulis juga pernah denger cerita Abunawas yang jorok ini (karangan orang iseng kali ya…?). Yang jadi topik cerita hampir cepek persen adalah tentang perseteruannya dengan “Harun Al Rasyid” The King. Cerita inipun telah menyebar merata diseluruh pelosok nusantara. Dari mulai buku dongeng anak-anak sampai obrolan lepas para remaja, bahkan jadi cerita pengantar tidur bagi sebagian orang tua.

Kalo ditelusuri kisah lucu Abu Nawas seakan tak pernah habis bahkan selalu ada aja cerita lucu yang baru tentang si cerdik yang humoris ini. Raja Harun al-Rasyid “The king in the story”, tak pernah berhasil mengalahkannya padahal dia dikenal sebagai raja yang pintar. Meskipun dengan berbagai cara dan tipu daya “The King” berusaha ngakalin si Abunawas tapi dijamin selalu gagal total dan bikin sebal alias kesal. Aneh bukan...? Raja aja kalah apa lagi kroco-kroco kayak kita, he..he..he.. (bercanda kok...)

Yang lebih aneh lagi neeeh..

Ada sebagian umat Islam yang menganggap Abunawas neeh seorang wali, sekali lagi: seorang “WALI” apa nggak hebat tuh...?

Bahkan lebih hebatnya lagi syair الهي لست للفردوس اهلا yang biasa dibaca sehabis sholat Jum’at ato pada saat pujian antara adzan dan iqomat itu (ditempatku sering neeh... nadanya juga macem-macem. Yang paling gress adalah model lagunya Ustadz Jefri Al Buchori) dipercaya adalah hasil karya Abunawas juga. Bahkan namanyapun do’a Abunawas.

Apa nggak luar biasa tuh..?

Udah pinter, cerdik hasil karyanya mendunia lagi...

Kalo jaman ada undang-undang HAKI kayak sekarang ini, mungkin Abunawas bisa jadi Jutawan dadakan neeh...

Balik lagi ke masalah do’a....

Kalo diartikan gitu aja do’a itu memang “Ngewuhke” (Lucu ato apalah Bahasa Indonesianya: red; kadang pancen angel kok nerjemahke boso Jowo dadi Boso Indonesia): masuk surga tak pantas, masuk neraka tidak kuat.

Artinya dalem banget bukan...?

Bahkan keliatan shufi buanget khan...?

Hebatnya lagi seorang ulama besar seperti Gus Dur pun pernah mengatakan demikian: Syair ini dikarang oleh seorang ulama shufi besar di kota Baghdad pada pertengahan abad ke delapan yang silam. Ia Bernama Abu Nawas atau Abu Nuwas.

Tuuh khan......!

Cerita tentang Abunawas yang shufi sendiri gak jelas asalnya dari mana, soalnya dalam literatur sejarah Islam dia lebih dikenal sebagai tokoh sastra bukan seorang yang cerdik ngakalin “The King” melulu. Waktu hidupnyapun tidak semasa dengan Harun Al Rasyid melainkan dengan Al Amin putra sekaligus khalifah pengganti Harun Al Rasyid. Bahkan, yang bikin kaget, karya sastranya ntu sama sekali nggak agamis, apalagi berbau shufi.

Dah kaget belum...?

Kalo belum, neeh ada yang lebih mengagetkan lagee...

Abunawas adalah seorang sastrawan yang Cabul, sekali lagi CABUL...!!!

Nah lo....kaget khan..?

Tambah lagi neeh...

Abunawas ntu gemar minum minuman keras (kalo jaman sekarang ya: Ciu, cong yang, Mansion, Red label, bir... de el el), berbicara kotor dan puisi-puisinya banyak mengkritik hadits dan ayat al-Qur’an yang melarang minum Khomer. Ia sering keluar masuk penjara karena puisi-puisinya itu.

Puisi dan cerita mujun-nya bisa dilihat dalam kitab-kitab sejarah seperti, Tarikh al-Islam (juz 10/161) karya sejarawan handal adz-Dzahabi, Tarikh Baghdad (juz 7/ 436) karya Khatib al-Baghdadi, Tahdzib ibn Asakir juz 4, (Giografi Abu Nawas), Wafayat al-A’yan karya Ibnu Khalkan, Masalik al-Abshar (jilid 9), Syudzurat al-Dzahab (juz 1/345) atau kitab Mulhaq al-Aghani juz 25 karya Abu al-Faraj al-Ashbihani yang khusus menerangkan biografi Abu Nawas.

Yang lebih bikin berjingkat kaget lagee...

Abu Nawas disinyalir sebagai seorang homoseks!

Waduuuh gemana neeeh....?

Seorang tokoh Timur Tengah menulis sebuah disertasi mengenai hal ini. Dalam disertasinya yang berjudul al-Syudzudz al-Jinsiyah (kelainan seksual), di dalamnya kepribadian Abu Nawas terutama tentang kelainan seksualnya dikupas abiss. Karena itulah, selama hidupnya ia tidak pernah menyukai orang perempuan.

Dalam Mulhaq al-Aqhani juz 25 disebutkan bahwa Abu Nawas pernah dikawinkan secara paksa oleh orang tuanya (kayak Siti Nurbaya aja ya...? tapi mana ada Siti Nurbaya yang laki-laki, yang ada juga perempuan!) dengan salah satu wanita yang masih familinya, tapi keesokan harinya perempuan itu dithalaknya karena Abu Nawas tidak mencintainya. Ia dikabarkan pernah mencintai seorang perempuan bernama Jinan ( yang digaris bawahi adalah bahasa khas infotainment). Sayang, cintanya tak sampai.

Kata Padi seeh “Indah...terasa indah, bila kita terbuai dalam alunan cinta...”

Lho kok malah nyanyi disini, “ngamen hari selasa mas...!”

Abu Nawas nyaris tidak mendapatkan simpati dari tokoh-tokoh Islam akibat kecabulannya ntu. Salah satu bukti, dalam kitab-kitab balaghoh sangat jarang dijumpai pengarangnya menggunakan contoh dari syair-syairnya. Kehebatan sastranya tenggelam di telan kefasikannya.

Namun dibalik kecabulannya, seorang ulama sebesar Imam Syafi’i justru mengakui kehebatan sastranya (sastranya looh.. bukan cabulnya...)

“Seandainya Abu Nawas tidak mujun, niscaya aku akan belajar sastra kepadanya” kata Imam Syafi’i

Tuh kan makanya temen-temen jangan suka cabul ya..

Siapa tau sebenarnya temen-temen punya bakat hebat seperti si Abu Nawas neeh...



Para pengamat sastra menyimpulkan, ada tiga generasi dalam sastra Arab. Di masa Jahiliyah, hanya ada seorang penyair yang tak tertandingi yaitu Imru’ul Qois, dan pada masa awal perkembangan Islam ada nama Jarir dan Furazdaq, musuh al-Hajjaj, sedang di abad terakhir hanya nama Abu Nawas yang terhebat.

Balik lagi ke masalah الهي لست للفردوس اهلا

Penulis belum pernah menemukan keterangan bahwa Syair ntu adalah karya Abu Nawas. Dalam sebuah kitab justeru disebutkan bahwa syair itu adalah karya Syekh Abdul wahab al-Sya’roni (Kalo gak salah ada di kitab Primbon Sembahyang, tulisannya arab tapi bahasanya Jawa cetakan surabaya ntah tahunnya berapa soale bukune wes dipangan rayap n sampule wes podho dhedhel...)

Apakah ia seorang wali....?

Ini juga pertanyaan yang “Ngewuhke”

Mengatakan iya, tidak ditemukan sumbernya dalam kitab

Menjawab bukan, kita takut salah sangka...

Walaupun ada sebagian ulama berpendapat bahwa Abu Nawas termasuk kafir zindiq, atau minimal fasiq. Tetapi kita mesti ingat bahwa Nabi saw. pernah bersabda, Allah tidak menampakkan kekasih (wali) nya kepada kita semata karena kasihan kepada kita.

Artinya, kalau semua walinya ditampakkan kepada kita, maka kita harus menghormati mereka. Apakah itu tidak menimbulkan masyaqqah?

Memang pada detik-detik akhir kehidupannya, Abu Nawas berubah total tal....tal....tal.....

Ciu, Cong Yang, Mansion, Red Label maupun Bir yang menjadi trade marknya sejak ia menginjak dewasa dibuang jauh-jauh. Ia tidak lagi menggubah puisi-puisi mujun. Lembaran-lembaran syair cabulnya dibakar habis

“Aku takut setelah aku mati nanti masih tersisa satu dari syairku, oleh karena itu aku membakarnya” kata si “Mujuner” yang telah insyaf (kapan neeh temen-temen yang suka “mbokep” pada insaf?) ketika ditanya oleh salah seorang temannya.

Kehidupan zuhudnya pada injury time (kayak sepakbola aja yaa....?) terangkum dalam beberapa syairnya yang kemudian dikenal dengan isltilah zuhdiyat.

Dari salah satu syair zuhdiyatnya ini, ada empat bait syair yang mirip dengan syair yang biasa dibaca sehabis shalat Jumat ato waktu pujian ntu:
يارب ان عظمت ذنوبي كثرة فلقد علمت بأن عفوك اعظم
ان كان لايرجو ك الا محسن فمن الذي يرجو ويدعو مجرم
أدعوك رب كما أمرت تضرعا فإذا رددت يدي فمن ذا يرحم

مالي اليك وسـيلة الا الـرجا وجمـيل ظـني ثم اني مسـلم


Konon, setelah meninggal, salah seorang temannya bermimpi bertemu dengan Abu Nawas dengan wajah yang sangat ganteng (kalo disini kayak Baim Wong kalee ya...?) dan pakaian yang serba bagus (kalo jaman sekarang pake jas setelan yang mahal, jam tangan Rolex asli sambil nenteng koper ditangan kanan n laptop disebelah kiri).

Apa yang kamu terima dari Allah?

Allah mengampuni segala dosaku

Mengapa?

Karena puisi-puisiku yang aku gubah sebelum aku mati

Akhirnya......

Dari manakah sumber cerita-cerita tentang Abunawas yang sering kita dengar ntu?

Jawabnya.....

Yang paling logis adalah: Abu Nawas ada dua, yang satu ada di kota Baghdad, Iraq. Sedang satunya ada di Indonesia.

Dan yang kita dengar cerita itu adalah Abu Nawas yang hidup di Indonesia.

He...he...he...


Wallahu A’lam



Di adaptasi dan banyak copy paste dari postingan mas Zubaidy Ilyas, “Abunawas, 99% cerita bohong” di situs resmi Ponpes Sidogiri : Sidogiri.com

Bahasa dibuat rada “nyeleneh” biar gak bosen baca Postingan yang serius melulu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar