Sabtu, 27 Juni 2009

Serial Salimul Aqidah : Tidak Ada Ketaatan Kepada Makhluk Dalam Bermaksiat Kepada Allah SWT

Tidak Ada Ketaatan Kepada Makhluk
Dalam Bermaksiat Kepada Allah SWT


Oleh : Ust. Suherman, S. Ag.


Ketaatan terhadap makhluk bisa menjadi perbuatan syirik besar, dalam beberapa kondisi. Di antaranya ketika seseorang menaati sesama makhluk dalam menganggap halal perbuatan haram, atau menganggap haram perbuatan halal, atau orang yang ditaati membuat satu peraturan dan membentuk satu undang-undang, lalu orang yang menaatinya berkeyakinan bahwa undang-undang itu lebih sempurna dari atau lebih memenuhi kemaslahatan daripada syariat Allah, atau setara dengan syariat Allah. Dalilnya adalah firman Allah:

Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayanya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai (QS. At Taubah : 32).

Adi bin Hatim berkata: "Wahai Rasulullah! Dahulu kami tidak pernah menyembah mereka." Rasulullah bertanya: "Bukankah mereka menghalalkan yang diharamkan Allah, lalu kalian ikut menghalalkannya, dan mengharamkan yang dihalalkan Allah, dan kalianpun turut mengharamkannya?" Adi menjawab: "Benar wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Itulah bentuk ibadah kepada mereka."
Jadi orang-orang yang menaati para rahib/pendeta/pemimpin mereka dalam berbuat maksiat dengan keyakinan membolak-balik yang halal dan yang haram dengan mengikuti pendapat para rahib tersebut, dianggap ibadah kepada selain Allah. Itu termasuk perbuatan syirik besar yang bertentangan dengan tauhid. Begitu pula mereka mentaati dalam hal hukum dan perundang-undangan. Karena itulah Allah mengingkari mereka di dalam ayat selanjutnya :

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, padahal mereka Hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan (QS. At Taubah : 31)
Adapun berkenaan dengan orang yang menaati orang tuanya dalam bermaksiat padahal mengetahui bahwa perbuatannya itu maksiat, maka ia dianggap memperturutkan hawa nafsu, bukan ketaatan seperti yang dimaksud di atas. Atau jika ia melakukannya padahal tidak sampai tingkat "dalam paksaan", maka ia berdosa, berbuat maksiat dan melanggar sabda Nabi SAW :
"Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah Azza wa Jalla." (HR.Ahmad ).
Namun dengan perbuatan itu, si anak tidaklah menjadi musyrik. Akan tetapi apabila si anak berkeyakinan bahwa ucapan orang tuanya itu dapat menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, maka ia telah melakukan perbuatan syirik besar. Begitu pula dalam masalah hukum atau perundang-undangan. Jika hukum Allah “dikorbankan” untuk kepentingan pribadi, kelompok/jamaah/partai ataupun untuk kepentingan sesaat (misalnya kepentingan bisnis, kepentingan politik, atau kepentingan lainnya) maka hal itu menunjukkan kemaksiatan kepada Allah SWT.
Seorang muslim harus berusaha agar hawa nafsunya tidak mendominasi hati dan jiwanya, selalu mendahulukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dibanding ketaatan kepada siapapun dan apapun. Nabi SAW bersabda:
"Seorang di antaramu hanya dianggap telah beriman bila aku (Rasulullah) lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia." (HR. Al-Bukhari)
Seorang muslim hendaklah mengukur segala aktivitasnya dengan parameter seperti yang Rasulullah SAW sabdakan di atas. Jika yang menjadi parameter ketaatan adalah “kuantitas” atau “jumlah suara” maka hal tersebut juga bisa menjebaknya ke dalam maksiat kepada Allah SWT. Misalnya jika seorang muslim atau sekelompok muslim/jamaah/partai menafikan hukum Allah SWT, seperti menokohkan para penentang syari’at, mengisi kampanye dengan musik atau sya’ir yang melalaikan, mengadakan acara bisnis, politik atau apapun dengan mengabaikan waktu shalat, demi mencari suara yang banyak dalam politik, bisnis atau lainnya, maka hal itu termasuk maksiat kepada Allah SWT. Jika kita sekadar mencari dukungan manusia, maka Allah SWT sudah mengingatkan bahwa hal itu bisa menyesatkan kita :
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) [QS. Al An’aam : 116]

Kita berlindung kepada Allah SWT agar tidak terjebak “mentaati makhluk dalam bermaksiat kepada Allah SWT”

Maroji :

1.Islam Tanya & Jawab, Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid
2.Al-Mausû’ah al-Jâmi’ah fîl Akhlâq wal Âdâb, Saud bin Abdillah al Khuzaimi, Darul Fajr, Kairo, 2005, Jilid I, cet ke-1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar