Sabtu, 27 Juni 2009

Serial Salimul Aqidah : MAKSIAT DAN DAMPAKNYA

Maksiat dan Dampaknya


Oleh : Ust. Suherman, S. Ag.


I. Lalainya Manusia Sehingga Mudah Digoda Syetan untuk Berbuat Dosa

Manusia adalah makhluk yang lalai. lalai untuk beramal shaleh dan dari kemaksiatan serta dosa, apalagi manusia juga sering meremehkan dosa atau maksiat yang dilakukan seakan ia aman dari adzab Allah swt, padahal syetan akan selalu berupaya melalaikan dan memalingkannya dari jalan Allah swt, sebagaimana sabda Rasulullah saw :

“Sesungguhnya syetan senantiasa siap menghadang anak Adam dalam setiap langkahnya. Jika ia menempuh jalan Islam, maka syetan akan menggoda seraya berkata: “Apakah engkau sudi meninggalkan ajaran nenek moyangmu dengan menempuh jalan Islam?” Namun seorang hamba Allah sejati tidak akan menghiraukan godaan itu dan tetap menempuh jalan Islam. Jika ia menempuh jalan hijrah, maka setan akan datang menggoda seraya berkata: “Apakah engkau sudi meninggalkan kampung halaman tercinta dengan berhijrah?” Namun ia pun tidak menghiraukan godaan itu dan tetap berhijrah. Jika ia berjihad, maka syetan akan datang menggoda seraya berkata: “Jika engkau masih membandel tetap ikut berjihad, niscaya engkau akan terbunuh, istrimu akan dinikahi orang dan hartamu akan dibagi-bagikan!” Namun ia menepis godaan itu dan tetap pergi berjihad.” (HR. An-Nasaa’i dan HR. Ahmad).

Allah swt mengingatkan kita untuk selalu mewaspadai godaan syetan dalam kehidupan

“Oleh sebab itu, perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah.” (QS. An Nisaa : 76)

“Dan jika syaitan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah.” (QS. Fushshilat : 36)

Beberapa hal yang menyebabkan manusia lalai dan tergoda syetan sehingga ia berbuat dosa diantaranya :

1. Lemahnya keimanan kepada Allah swt yang bersumber dari lemahnya ma’rifatullah atau kejahilannya terhadap Allah swt. Manusia seperti ini menganggap bahwa hidup menafikan Allah sebagai Rabbul ‘Alamiin.
2. Cinta dunia dan tenggelam dalam godaannya.
3. Tidak memiliki visi dalam menjalani kehidupan dunia dan akhirat.
4. Tidak belajar dari kejadian yang telah lewat atau masa lampau sebagai tadzkiroh.
5. Tidak memahami makna dan hakikat ketaatan kepada Allah swt.
6. Berada di lingkungan yang mengarahkan kepada kelalaian dan dosa
7. Tidak bersabar terhadap musibah dan tidak qona’ah terhadap harta

Menurut Ibnu Abiddunya, orang-orang yang bermaksiat terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Orang mukmin yang bermaksiat. Mereka melakukan dosa karena ketidaktahuan dan di luar keinginan mereka. Kemudian mereka menyesali dan memperbaiki diri. Mereka adalah orang-orang yang telah Allah janjikan ampunan.

2. Pelaku maksiat yang mencampurkan amal saleh dan amal tercela. Mereka mengakui dosa-dosa mereka, tetapi tidak bertaubat dan tidak berlaku lurus. Mereka adalah orang-orang yang tidak dijanjikan Allah ampunan, tetapi Allah memberikan mereka harapan ampunan.

3. Pelaku maksiat yang berlebihan dalam bermaksiat. Mereka tidak bertaubat dan tidak mengakui dosa-dosa mereka. Mereka adalah orang-orang yang harapan bertaubatnya lemah dan mendapat adzab yang besar dari Allah swt.

Imam Al Ghazali menyebutkan empat sifat yang membawa seseorang kepada dosa, yaitu:

1. Sifat-sifat ketuhanan yang menimbulkan dosa, seperti sombong, angkuh, suka pujian dan sanjungan.
2. Sifat-sifat setan yang menimbulkan dosa, seperti dengki, sewenang-wenang, menipu, makar, dan kemunafikan.
3. Sifat-sifat hewani yang dapat dilihat dari pemenuhan syahwat nafsu, perut dan biologis, seperti zina, kelainan biologis, dan mencuri.
4. Sifat-sifat binatang buas, seperti dendam, merampas, bermusuhan, membunuh, dan memukul.


II. Tingkatan Dosa

Dosa adalah bentuk pelanggaran terhadap larangan Allah swt atau meninggalkan apa yang diperintahkan-Nya. Dosa itu bertingkat-tingkat kejahatannya. Ada yang besar dan ada pula yang kecil. Menurut Imam Adz Dzahabi, dosa besar adalah dosa yang jika dilakukan maka pelakunya mendapatkan had (hukuman yang telah ada ketentuannya dari syariat) seperti membunuh, berzina dan mencuri, atau yang ada ancaman secara khusus di akhirat nanti berupa adzab dan kemurkaan Allah swt, atau yang pelakunya dilaknat melalui sabda Rasulullah saw. Jumlah dosa besar terdapat lebih dari tujuh puluh macam, dan dosa besar yang paling besar misalnya syirik, membunuh jiwa tanpa hak, dan durhaka kepada orangtua.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud r.a. berkata: "Aku bertanya, wahai Rasulullah dosa apa yang paling besar?" Rasulullah menjawab: "Engkau menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia yang menciptakanmu." Aku berkata: "Kemudian apa?" Rasul menjawab: "Kamu membunuh anakmu agar dia mau makan denganmu." Aku bertanya: "Kemudian apa?" Rasul menjawab: "Kamu berzina dengan tetanggamu." (HR. Bukhari Muslim)
Betapa beratnya adzab akibat dosa besar di dunia dan di akhirat, maka
Allah swt telah menjanjikan surga dan ampunan-Nya bagi hamba yang menjauhi dosa-dosa besar.

"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)." (QS. An-Nisaa : 31)

Allah swt juga menjadikan orang yang meninggalkan dosa-dosa besar termasuk ke dalam golongan orang yang beriman dan bertawakal kepada-Nya.

"Maka segala sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia, dan apa yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang–orang yang beriman, dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakal, dan bagi orang–orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf." (QS. A s y S y u r a : 3 6 - 3 7 )

N a b i s a w b e r s a b d a :


" Shalat lima waktu dan Jumat ke Jumat ( b e r i k u t n y a ) adalah penghapus apa yang di antaranya dari dosa selagi dosa besar tidak didatangi (dilakukan)." (HR. Muslim)


Dosa (Kecil) yang Menjadi Besar

Sesungguhnya suatu dosa (kecil) bisa menjadi besar karena hal-hal berikut :

1. Dosa yang dilakukan secara terus menerus.
"Tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus, dan tidak ada dosa besar jika diikuti istighfar (permintaan ampunan kepada Allah swt)."

2. Menganggap remeh suatu dosa.
Ketika seorang hamba menganggap besar dosa yang dilakukannya maka menjadi kecil di sisi Allah. Tapi jika ia menganggap kecil, maka menjadi besar di sisi Allah. Dalam suatu atsar diriwayatkan bahwa seorang mukmin melihat dosa-dosanya laksana dia duduk di bawah gunung di mana ia khawatir gunung itu akan menimpanya. Sedangkan orang durhaka melihat dosa-dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya lalu dia halau dengan tangannya. (HR. Bukhari)

3. Bangga dengan dosa yang dilakukannya.
Saat manusia bangga dan merasa nikmat dengan dosanya (misalnya zina, mabuk, korupsi, menyontek, dll), maka menjadi besar kemaksiatannya serta besar pula pengaruhnya dalam menghitamkan hati dan membuat hatinya menjadi keras, karena saat seorang hamba berbuat dosa, maka muncul titik hitam yang menutupi hatinya.

4. Menganggap ringan dosa karena merasa diampuni Allah swt dan merasa tidak diberi adzab.
Orang seperti ini tidak menyadari bahwa sesungguhnya ditangguhkannya adzab di dunia maka bukan berarti tidak akan mendapatkannya. Bisa jadi adzab Allah akan datang di kemudian hari.

5. Sengaja menampakkan dosanya, padahal Allah swt telah menutupinya
R a s u l u l l a h s a w b e r s a b d a :

" Semua ummatku diampuni oleh Allah kecuali orang yang berbuat (maksiat) terang-terangan. Dan diantara bentuk hal tersebut adalah seseorang melakukan pada malam hari perbuatan (dosa) dan di pagi hari Allah menutupi (tidak membeberkan) dosanya lalu dia berkata: ‘Wahai fulan, tadi malam aku melakukan begini dan begini.’ Padahal dia berada di malam hari ditutupi oleh Rabbnya namun di pagi hari ia membuka apa yang Allah tutupi darinya." (HR. Bukhari)

Ibnu Baththal mengatakan:
"Menampakkan maksiat merupakan bentuk pelecehan terhadap hak Allah swt, Rasul-Nya, dan orang–orang shalih dari kaum mukminin…" (Fathul Bari, 10/486).
Para ulama mengatakan :
"Janganlah kamu berbuat dosa. Jika memang terpaksa melakukannya, maka jangan kamu mendorong orang lain kepadanya, nantinya kamu melakukan dua dosa.".
Allah swt berfirman dalam QS. At Taubah ayat 67 :

"Orang–orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh berbuat yang mungkar dan melarang berbuat yang ma’ruf."

6. Dosa menjadi besar jika dilakukan oleh orang ‘alim (orang berilmu) yang menjadi panutan.
Bagaimana kekhawatiran seorang ‘Umar bin Khaththab ra. : "Seandainya ada yang memanggil dari langit: ‘Wahai manusia, seluruh kalian masuk surga kecuali satu orang,’ maka aku khawatir bahwa akulah orangnya."


III. Pengaruh Dosa atau Maksiat

Imam Ibnu Qayyim berkata: "Maksiat mempunyai pengaruh yang membahayakan bagi hati dan badan di dunia dan di akhirat, yang hanya diketahui oleh Allah. Di antara pengaruh maksiat itu berasal dari manusia yang ditularkan kepada orang lain. Di antara dampaknya juga merubah hamba melenceng dari fitrahnya. Maksiat membuat hamba berani terhadap orang lain yang tidak bersalah. Maksiat meninggalkan tabiat di dalam hati, yang jika semakin banyak dilakukan menjadikan pelakunya termasuk golongan orang-orang yang lalai. Firman Allah dalam Surat Al Muthaffifîn ayat 14:

"Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka."

Beberapa ulama memahami ayat di atas sebagai "dosa setelah dosa", yaitu dosa yang dilakukan atas dosa lainnya hingga hati menjadi buta, sehingga hati menghitam karena maksiat. Jika maksiat terus bertambah, maka bertambah hitam hatinya. Jika maksiat terus dilakukan maka hati menjadi gelap.

Ibnu ‘Abbas ra berkata: "Sesungguhnya kebaikan mendatangkan sinar pada wajah, cahaya di hati, luasnya rizki, kuatnya badan, dan dicintai oleh makhluk. Sedangkan kejelekan (kemaksiatan) akan menimbulkan hitamnya wajah, gelapnya hati, lemahnya badan, berkurangnya rizki, dan kebencian hati para makhluk.

Di antara pengaruh maksiat - menurut Syeikh Abdul Aziz Al Muhammad As Salman - adalah :

1. Merusak akal, karena akal adalah cahaya, maka maksiat menutup cahaya tersebut.
2. Hati menjadi hina, sempit dan gersang.
3. Menganggap maksiat bukan sesuatu yang hina sehingga menjadi kebiasaan.
4. Satu kemaksiatan akan melahirkan kemaksiatan yang lain, sebagaimana hasad yang terdapat pada saudara-saudara Nabi Yusuf as yang menyeret mereka kepada tindakan memisahkan antara bapak dan anaknya sehingga menimbulkan kesedihan pada orang lain, memutuskan hubungan kekerabatan, berucap dengan kedustaan, membodohi orang, dan yang sejenisnya.
5. Melemahkan hati dan badan. Bahkan maksiat bisa membunuh hati secara total, sehingga badan menjadi lemah karena sesungguhnya kekuatan seorang mukmin itu ada di dalam hatinya. Jika hatinya kuat, maka kuatlah badannya.
6. Menyulitkan urusan hamba.
7. Menjerumuskan manusia ke dalam laknat Rasulullah saw.
8. Maksiat menimbulkan berbagai macam kerusakan di bumi.
9. Maksiat menyulut api iri dari dalam hati.
10. Hilangnya rasa malu yang merupakan inti kehidupan hati.
11. Lemahnya penghormatan (ta’zhîm) kepada Allah
12. Melenyapkan barakah umur serta memendekkannya. Karena, sebagaimana kebaikan menambahkan umur, maka (sebaliknya) kedurhakaan memendekkan umur.
13. Mengeluarkan hamba dari wilayah kebaikan (ihsân) dan menjauhkannya dari pahala orang-orang yang baik.
14. Melemahkan perjalanan hati menuju Allah dan kehidupan akhirat.
Mengerdilkan jiwa dan menjauhkannya dari kebaikan.
15. Terpenjara dalam tawanan setan dan kerangkeng syahwat.
16. Menjatuhkan kehormatan diri, kedudukan serta kemuliaan di hadapan Allah swt. Imam Hasan Al Bashri berkata: "Mereka (pelaku maksiat) rendah di hadapan Allah swt. sehingga mereka bermaksiat kepada-Nya, karena seandainya mereka orang yang mulia di hadapan Allah swt. niscaya Allah akan jaga mereka dari dosa."
17. Putus hubungan antara Rabb dan hamba-Nya.
18. Terhalang dari memperoleh ilmu yang bermanfaat. Karena ilmu merupakan cahaya yang Allah letakkan pada hati seseorang, sedangkan maksiat akan meredupkan cahaya tersebut.

Tatkala Al Imam Asy Syafi’i duduk di hadapan gurunya, Imam Malik, sang guru melihat kesempurnaan pemahaman Asy Syafi’i . Maka ia berpesan kepadanya: "Sungguh, aku memandang Allah Swt telah meletakkan pada hatimu cahaya, maka janganlah kau padamkan dengan gelapnya kemaksiatan."

19. Terhalang dari rezeki, sebagaimana sebaliknya yaitu ketakwaaan kepada Allah swt. akan mendatangkan rizki.
20. Kemaksiatan menyebabkan hilangnya nikmat dan mendatangkan adzab. Ali bin Abi Thalib ra berkata: "Tidaklah turun suatu bencana kecuali karena dosa, dan tidaklah dicegah suatu bencana kecuali dengan taubat.

Maksiat juga mempunyai pengaruh besar terhadap masyarakat dan bangsa, di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Dr. Said bin Ali bin Rahaf al-Qahthani, yaitu :

1.Membuat Adam dan Hawa keluar dari surga – tempat kenikmatan, kemewahan, dan kebahagiaan – menuju tempat yang penuh dengan kepedihan, kesedihan, dan tuntutan.
2. Mengeluarkan iblis dari kerajaan langit (malakût as-samâ'), melemparkannya, melaknatnya, mengubah bentuk lahir dan batinnya sehingga bentuk lahirnya menjadi seburuk-buruk bentuk, dan batinnya menjadi senista-nistanya batin, menggantikan kedekatan menjadi jauh, rahmat menjadi laknat, keindahan menjadi keburukan, surga menjadi neraka, dan iman menjadi kufur.
3. Menenggelamkan semua penghuni bumi hingga air melampaui puncak-puncak gunung, sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh as.
4. Kehancuran menjemput kaum ’Aad yang memiliki peradaban tinggi. Mereka dihancurkan di atas bumi seperti pohon kurma yang telah lapuk, menghancurkan apa yang dilewatinya baik rumah, tanaman dan hewan, sehingga mereka menjadi bahan renungan bagi setiap kaum hingga hari kiamat.
5. Hentakan suara yang mengakibatkan kaum Tsamud yang mengakibatkan hati mereka terpotong-potong hatinya hingga mereka binasa.
6. Hancurnya kaum Nabi Luth hingga malaikat mendengar jeritan mereka, kemudian membalikkannya, yang atas jadi bawah dan yang bawah jadi atas. Mereka semua dihancurkan, kemudian disusul dengan hujan batu dari langit.
7. Adzab kepada kaum Syu’aib berupa awan siksa yang menyerupai mendung, yang ketika sampai di atas kepala mereka awan tersebut menjadi hujan api yang panas.
8. Ditenggelamkannya Fir’aun dan kaumnya di laut, kemudian jiwa mereka dipindahkan ke jahannam. Badan ditenggelamkan tetapi nyawa dibakar.
9. Tenggelamnya Qarun beserta istana, harta, dan pengikutnya.

Bahkan di era modern sekaraang ini, peringatan tersebut tetap terjadi seperti tenggelamnya simbol keangkuhan byang tergambar dalam kapal Titanic, musibah yang melanda tempat-tempat kemaksiatan di berbagai belahan dunia termasuk di negeri kita, Indonesia.

Apa yang menimpa dan menghancurkan mereka semua adalah dosa-dosa dan kemaksiatan mereka. Kemaksiatan adalah warisan umat yang zhalim, sehingga setiap muslim harus waspada terhadap warisan kemaksiatan dari orang-orang yang zhalim tersebut. Hendaklah kita semua mengambil kisah ummat terdahulu sebagai ibroh dalam menjalani kehidupan agar tidak terjebak dalam bujuk rayu syetan yang senantiasa mengajak kepada dosa daan maksiat. Alloh swt berfirman :

"Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa sebab dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil, di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan. Dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (QS. Al ‘Ankabut : 40)

"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri." (QS. Asy Syuura : 30)

Semoga Allah swt senantiasa menjaga dan membimbing kita semua agar tidak terjerumus ke dalam kemaksiatan. Na'udzu billahii minadz dzunuubi...


IV. Maroji

1. I’anatul Mustafid bi Syarhi Kitab At-Tauhid, Asy-Syaikh Al-Fauzan
2. Al-‘Uqûbât al-Ilâhiyyah li al-Afrâd wa al-Jamâ’ât wa al-Umam, Ibnu Abi al-Dunya, Tahqiq : Muhammad Khair Ramadhan Yusuf, Dar Ibn Hazm, Beirut, Cet ke-1 tahun 1416 H/1996 M
3. Al-Kaba`ir, Adz Dzahabi, Maktabah As Sunnah
4. Nuurul Hudaa wa Zhulumaat adh Dhalaal fîi Dhau`il Kitaab wassunnah, Dr. Said bin Ali bin Rahaf All Qahthani, Cet ke-3 tahun 1424 H
5. Taujihul Muslimin ila Thariqinnashri wat Tamkin, Muhammad Jamil Zainu dkk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar