Sabtu, 27 Juni 2009

Serial Salimul Aqidah : MENINGGALKAN KEJAHILIYAHAN

Hijru Ahli Al Jahiliyah

Oleh : Suherman, S. Ag.


I. Makna Jahiliyah

Kata “jahiliyyah” adalah mashdar shina’iy yang berarti penyandaran sesuatu kepada kebodohan. Jahiliyah menurut Manna’ Khalil al-Qaththan ada 3 makna, yaitu :

1. Tidak adanya ilmu pengetahuan dan ini adalah makna asal jahiliyah.
Orang yang tidak memahami ungkapan prosa atau bait sya’ir atau teori matematis atau masalah fiqh adalah orang yang bodoh (dengan makna pertama), karena ia tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, dan orang semacam ini bila disandarkan kepadanya sifat bodoh, maka jadilah ia disebut sebagai orang yang jahiliyyah.

2. Meyakini sesuatu secara salah.
Orang yang meyakini bahwa mengambil sepotong emas itu tidak mengapa atau melaksanakan sesuatu yang tidak disyari’atkan atau menganggap bahwa Nabi tidak punya andil sedikitpun dalam kehidupan manusia adalah orang bodoh (dengan makna yang kedua), karena ia yakin tapi salah. Dan bila disandarkan sifat bodoh kepadanya maka jadilah ia juga disebut sebagai orang yang masih jahiliyyah.

3. Mengerjakan sesuatu dengan menyalahi aturan atau tidak melakukan pekerjaan yang seharusnya ia lakukan, padahal ia mengetahui wajibnya pekerjaan tersebut.
Orang yang meninggalkan shalat padahal ia tahu bahwa shalat adalah salah satu rukun Islam atau orang yang mengerjakan kemaksiatan atau orang yang tidak meletakkan sesuatu pada tempatnya adalah orang jahil (dengan makna ketiga), karena ia mengerjakan sesuatu dengan menyalahi ketentuan yang seharusnya ia laksanakan Dan bila disandarkan sifat bodoh kepadanya maka jadilah ia disebut sebagai Jahiliyyah

Pada umumnya pengertian jahiliyyah yang beredar di masyarakat luas adalah keadaan orang-orang Arab sebelum Islam, karena mereka jahil terhadap Allah, Rasul-Nya dan syari’at-Nya serta mereka berbangga-bangga dengan keturunan, kebesaran dan lain sebagainya. Namun “jahiliyyah” tidak hanya khusus pada saat itu ssaja, tidak hanya khusus pada zaman tertentu dan tidak pula kaum tertentu. Jahiliyyah bisa terjadi kapanpun dan di masyarakat manapun

Dalam perspektif Al Qur`an, ”jahiliyyah” adalah suatu sikap atau keadaan masyarakat pada umumnya yang bodoh terhadap nilai-nilai Islam, entah mereka itu bergelar Doktor ataupun Professor sekalipun, penguasa atau rakyat biasa, partai ataupun politisi yang menjual syari'at Allah demi kekuasaan. Siapapun itu, bila mereka bodoh terhadap Islam maka mereka disebut “jahiliyyah”.



II. CIRI-CIRI JAHILIYAH

Dalam Al Qur'an dan beberapa hadits Nabi saw. disebutkan tentang beberapa ciri jahiliyah yaitu :

1. Memandang remeh syari'at Alloh swt.
Al Qur`an telah menerangkan tentang sikap jahiliyyah ini, diantaranya ketika Nabi Musa as. menyuruh kaumnya untuk mentaati perintah Allah SWT. agar mereka menyembelih kurban. Namun kaumnya berkata kepada Nabi Musa as., “mereka berkata, apakah engkau mengejek kami hai Musa. Musa menjawab, aku berlindung dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al Baqarah : 67). Ketidaktahuan dan memandang remeh terhadap perintah Allah adalah salah satu sikap jahiliyyah.

2. Condong Kepada Keburukan
Allah swt. menerangkan tentang Nabi Yusuf as dalam QS. Yusuf ayat 33 :

Yusuf berkata: Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.
Berdasarkan ayat ini, condong kepada keburukan termasuk sikap jahiliyyah.

3. Buruk Sangka Terhadap Allah swt
Prasangka buruk juga termasuk kejahiliyyahan, sebagaimana firman Allah swt. ketika kaum musyrikin menang pada Perang Uhud. Sebagian kaum Muslimin menyangka bahwa mereka tidak ditolong oleh Allah dan timbullah anggapan bahwa Islam telah berakhir bersamaan dengan kalahnya kaum Muslimin dari kaum Kuffar.

…sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. mereka berkata: "Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?" (QS. Ali Imran : 154)

4. Menolak Syari'at Allah Azza wa Jalla

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS.Al Maaidah : 50)

5. Tabarruj atau Berhias Secara Berlebihan

“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu”. (QS. Al Ahzab:33)

6. Angkuh dan Sombong
Pada sa’at perjanjian Hudaibiyah, kaum Musyrikin tidak mau menerima tulisan Bismillah dan Muhammad Rasulullah dalam teks perjanjian itu. Mereka bersikeras bahwa bila mereka menerima tulisan itu tentu saja mereka tidak akan memerangi Rasul dan pengikutnya sebab tulisan tersebut merupakan pengakuan risalah Muhammad. Mereka angkuh dan angkuh adalah perbuatan Jahiliyyah. Allah SWT menegaskannya dalam QS. Al Fath : 26

Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah, lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mu'min dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

7. Ta'ashub atau Bangga Dengan Kelompoknya Sendiri
Rasulullah saw juga menerangkan tentang beberapa ciri sikap jahiliyyah. Imam Bukhari dalam Kitabul Iman Bab “Kemaksiatan Merupakan Perkara Jahiliyyah”,. Beliau meriwayatkan hadits; “ketika itu seorang laki-laki dari kalangan Muhajirin mendorong seorang laki-laki dari kaum Anshar, orang Anshar tersebut memanggil golongannya; Hai orang-orang Anshar dan begitu pula orang Muhajirin tadi, ia juga memanggil kawannya yang Muhajirin; Hai orang-orang Muhajirien, kemudian beliau bersabda :

مَابَالُ دَعْوَى الجاهِـلِيّةِ ؟ دَعُوْهَا فَإنـّهَا مُنْـتِنَةٌ

Apakah engkau memperhatikan panggilan jahiliyyah itu? Tinggalkanlah olehmu karena hal itu termasuk perbuatan buruk (HR. Ahmad & Baihaqi)

Ketika seseorang membanggakan kelompoknya, dan memburuk-burukkan kelompok lainnya sesama mu'min, maka hal itu termasuk ta’ashub dan merupakan perbuatan jahiliyyah.

8. Memperolok, Menghina dan Mengejek Orang Lain
Dari Abu Dzar ra., ia berkata: “sesungguhnya aku mengejek seseorang dengan menghina ibunya, maka Rasulullah SAW berkata padaku, “Hai Abu Dzar, apakah engkau menghina ibunya? Sesungguhnya engkau adalah orang yang mempunyai sifat jahiliyyah” (HR.Bukhari Muslim). Artinya, dari hadist ini bisa difahami bahwa menghina dan mengejek orang adalah salah satu sifat dari sifat-sifat jahiliyyah.


Setelah datangnya Islam maka seluruh perkara jahiliyyah dihapuskan. Rasulullah saw berkhutbah saat Futuh Makkah, :
“Wahai manusia sesungguhnya Allah telah menghapus kesombongan jahiliyyah dan kebanggaannya terhadap nenek moyang …” (HR. Ahmad & Abu Daud)
Dan ketika Rasulullah saw. berkhutbah pada haji wada’, beliau bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya segala sesuatu dari perkara-perkara jahiliyyah telah aku musnahkan”.

Dari nash-nash Al Qur`an dan hadits Nabi saw jelaslah bahwa setiap penyimpangan dari petunjuk Allah dan Rasul-Nya, baik itu menyangkut Aqidah, ibadah, akhlak, maupun amal adalah perbuatan jahiliyyah.


Sedangkan Muhammad Quthb menyebutkan ciri-ciri jahiliyah secara umum yaitu :

1. Tidak beriman kepada Allah swt dan menolak tunduk kepada-Nya dalam setiap urusan.
Berislam saja belum cukup menunjukkan nilai keimanan jika tidak dibarengi dengan ketundukan mutlak kepada Allah swt dan syari’at-Nya.

Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar. (QS. Al Hujurat : 14-15)

2. Hawa nafsu menjadi orientasi hidup
Hal ini terjadi karena tiadanya iman yang mutlak kepada Alloh, sehingga aturan Allah swt. yang sekiranya membelenggu nafsu syahwati dan duniawi akan mereka abaikan.

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al Maa’idah : 49)

3. Adanya berbagai thogut yang memalingkan manusia dari ibadah, ketaatan, syari’at dan tuntunan hidup yang robbani menjadi syaithani.
Apapun bentuk thoghut hakikatnya sama saja, baik individu atau kelompok, tradisi, adat ataupun bentuk lainnya. Semua thoghut hakikatnya memaalingkan manusia dari aqidah Islam yang fithri.

Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al Baqarah : 257)

4. Menjauhkan diri dari agama Allah dengan melakukan penyimpangan dan penyelewengan terhadap fitrah yang sudah Allah gariskan

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Ali Imran : 14)

Ciri-ciri jahiliyah modern disebutkan oleh Muhammad Quthb, yaitu :

1. Perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dipakai untuk menyesatkan ummat manusia dan menjerumuskannya ke dalam berbagai bencana, padahal seharusnya kemajuan ilmu pengetahuan memberi lebih banyak kemaaslahatan dibanding kemudharatan.
2. Manusia bersikap sombong kepada Sang Maha Pencipta karena merasa mampu menciptakan banyak hal dan menafikan kekuasaan Aallah Azza wa Jalla sebagai Al Khaliq.
3. Munculnya berbagai macam “teori ilmiah yang sesat” yang menjerumuskan manusia kepada penyelewengan ekonomi, sosial, budaya, hukum dan bidang kehidupan lainnya.
4. Kebebasan wanita yang menjadikan tatanan sosial kemasyarakatan menjadi keluar dari fitrah manusia sehingga muncul berbagai bencana dan malapetaka sosial.



III.JAHILIYAH MODERN

Di zaman modern ini kejahiliyahan menampakkan wujudnya dalam bentuk isme manusia yang terbalut nafsu, seperti nasionalisme, hedonisme, permissivisme, komunisme, kolonialisme, feminisme dan isme-isme lainnya yang membawa manusia menjauh dari fitrahnya yang suci. Kekuasaan diperebutkan dengan tujuan menindas yang lemah, juga memeras rakyat, bukan dalam rangka memberi kemaslahatan untuk rakyat.
Jahiliyah abad ini berbalut hiburan, informasi, olah raga, dan bentuk-bentuk lainnya yang menarik hati dan memancing syahwat. Namun apapun bentuk dan kemasannya hakikatnya satu, yaitu menjauhkan manusia dari fitrahnya, menjauhkan manusia dari syari’at-Nya yang agung agar mereka tak sadar diperbudak oleh syahwat dan nafsunya. Jalilla modern juga menjelma dalam bentuk organisasi, dalam bentuk masyarakat dan perkumpulan yang tunduk kepada kemauan dan arahan masyarakat yang bertentangan dengan hukum Allah. Masyaraakat yang tunduk kepada kehendak konsep, nilai-nilai dan faham syahwati, perasaan dan juga kebiasaan yang bertentangan dengan syari’at Allah.
Masyarakat seperti ini tidak akan mewariskan apapun kecuali kehancuran ummat manusia dan kerusakan alam. Ia hanya menghadirkan ciri-ciri dan sifat hewani dengan kemasan indah yang mengarahkan pada paradigma bahwa keperluan-keperluan asasi bagi manusia hanya makan, minum, hiburan, kekuasaan dan seks.
Masyarakat jahiliyah terikat kuat berdasarkan fahamnya yang keliru tersebut. Tersusun, setia, rapi, padu dan sulit dipisahkan. Inilah yang menyebabkan masyarakat itu bergerak, secara sadar ataupun tidak, untuk mempertahankan eksistensinya, menentang dan menghancurkan semua unsur yang membahayakan keberadaannya, sehingga agama hanya dianggap sebagai angin lalu.
Karena jahiliyah itu tidak berupa “teori” saja melainkan juga berupa gerakan yang terorganisasi, maka usaha menghapus jahiliyah itu dan membawa manusia kembali ke jalan Allah sekali lagi harus tidak terbatas dalam soal “teori” saja, karena cara yang demikian tidak mampu menghadapi jahiliyah yang telah berakar dan telah lama membumi di dalam masyarakat tersebut.
Dasar teoritis yang menjadi asas Islam dalam sepanjang sejarah umat manusia adalah “TIADA TUHAN MELAINKAN ALLAH” (LA ILAAHA ILLALLAH) dengan pengertian mengesakan Allah SWT dengan segala sifat-Nya sebagai TUHAN, sebagai Penguasa, sebagai Pendidik, sebagai Pemerintah Yang Maha Perkasa Yang mempunyai kekuasan mutlak di dalam pemerintahan, Penegasan ideologi dalam hati, dalam perilaku, dalam bentuk ibadah dan dalam kehidupan sehari-hari. Konsekuensi atas hal ini adalah bahwa seluruh hidup manusia itu diserahkan dan dikembalikan kepada Allah swt. saja, karena manusia tidak bisa melakukan satu urusan pun tanpa campur tangan Allah. Bagaimana cara kita mewujudkan hal tersebut, maka hendaklah langsung diambil dari sumber yang paling tahu dan sudah terbukti mampu mewujudkannya, yaitu Rasulullah saw. Inilah makna dari rangkaian kata yang kedua dari syahadat, yaitu pengakuan bahwa “Muhammad ialah utusan Allah” (Muhammadur Rasulullah).
Itulah dasar teoritis yang dapat dijelmakan oleh Islam. Dasar ini menjadi dasar yang lengkap dan sempurna bagi kehidupan apabila ia dilaksanakan dalam seluruh kehidupan.
Seperti yang tadi diuraikan, Islam tidak cukup hanya sekadar “teori” saja, yang hanya dianut sebagai ritualitas ibadah, tetapi mereka bertindak mengikuti "arus" jahiliyah dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap orang yang mengucapkan syahadat LA ILAAHA ILLALLAH DAN MUHAMMADUR RASULULLAH harus mencabut dan menarik setiap kepatuhan dan kesetiaannya kepada kejahiliyahan dalam bentuk apa pun.


IV. Istihza’ Sebagai Bentuk Kejahiliyahan

Makna istihza secara umum hádala mencela hal yang terkait dengan agama dan celan tersebut sudah menjadi 'urf/kebiasaan sehingga dianggap biasa saja. Syaikh Utsaimin menerangkan makna hazl yaitu mengejek dan memperolok-olok dengan maksud bermain-main dan tidak serius (bersungguh-sungguh).

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menggolongkan istihza' (memperolok-olok; mengejek agama) sebagai salah satu yang membatalkan keislaman seseorang. Menurut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, istihza' terbagi menjadi dua :

1. Istihza' yang nampak atau langsung
Misalnya mencela orang yang sedang melaksanakan shalat atau berjuang menegakkan syari’at Allah.
2. Istihza yang tidak nampak atau tidak langsung
Seperti mengejek dengan isyarat atau mencibir atau dengan isyarat lainnya terhadap orang-orang yang sedang melakukan kebaikan atau terhadap orang-orang yang sedang melakukan amar ma'ruf nahi mungkar


Larangan berada satu majelis dengan orang-orang yang beristihza’

Wajib hukumnya bagi setiap mukmin yang bertaqwa, untuk meninggalkan para pencela yang mengejek dan memperolok syari'at Allah dan Rasul-Nya. Kita juga tidak boleh satu majelis dengan mereka sehingga tidak termasuk golongan mereka. Allah swt berfirman :

Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam. (QS. An Nisaa : 140)

Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat kami, Maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), Maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). (QS. Al An'aam : 68)

Seseorang yang mendengar ayat-ayat Allah sedang dihina dan diperolok-olokkan oleh sekelompok orang, namun dia duduk-duduk dan ridha dengan mereka, maka dia sama dengan mereka dan termasuk golongan mereka.

Dalam konteks saat ini, memperolok dan menghina ayat-ayat Allah swt bentuknya berupa penolakan penerapan hukum Islam dengan berbagai alasan yang dibuat-buat. Alasannya seperti masuk akal padahal penuh dengan kesesatan. Konteks lainnya berupa kegiatan, tontonan, film, musik, pendirian organisasi atau kelompok yang tidak mencerminkan syari'at Allah swt., bahkan cenderung menjauhkannya dari nilai-nilai rabbani.

Kalau duduk bersama mereka saja dilarang oleh Allah SWT, maka tentu lebih tidak mungkin lagi untuk bekerja sama dengan mereka, karena tidak mungkin kita menegakkan hukum Allah, sementara saat yang sama ummat belum tersadarkan dari jahiliyah yang mereka lakukan.


V. MAROJI

1. Al Hadits wats Tsaqafah Al Islamiyah, Manna' Khalil al-Qaththan
2. At Tanbihat Al Mukhtashar
3. Jahiliyyah al Qarn al ‘Isyrin, Muhammad Quthb, Daarusy Syuruuq, Libanon 1403 H. Edisi Indonesia Jahiliyah Abad 20, Penerjemah Muhammad Tohir dan Abu Laila, Mizan, Cetakan ke-9, Dzulqa’dah 1416 H/April 1996
4. Majalah Al Furqan No. 77 tahun ke-8 rabiul akhir 1417, 1996 M
5. Petunjuk Jalan, Sayyid Quthb, Media Dakwah Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar