Kamis, 25 Juni 2009

Bersyukur Menjadi Muslim

(1) Bersyukur Menjadi Muslim

Melihat perjalanan spiritual beliau yang panjang dan berliku dalam menemukan Islam sungguh kontras dengan sebagian besar kita. Saya dan Anda menjadi muslim sejak lahir. Keimanan adalah harta paling berharga yang kita miliki, meski kita memperolehnya dengan cara yang mudah dan murah. Bukankah ini hal yang patut disyukuri?

Saya pun menjelaskan kepada jamaah bagaimana cara mensyukuri keimanan dengan mengutip Alquran “Fadzkuruni adzkurkum, wasykuru lii wa laa takfurun... karena itu ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersykurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku” (QS. Albaqarah, 2: 152).

Ali Ash-Shabuni memberikan penjelasan yang baik atas ayat ini: “Ingatlah kalian kepada-Ku dengan ibadah dan taat, niscaya Aku akan mengingat kalian dengan cara memberi pahala dan ampunan”. Lalu, “Bersyukurlah kalian atas nikmat yang telah aku berikan kepadamu dan jangan mengingkarinya dengan melakukan dosa dan maksiat” (selengkapnya baca kitab Shofwatut Tafasir).

(2) Menyampaikan Islam Meski Satu Ayat

Satu hal yang amat menonjol dari Ustadz Awi adalah tekadnya untuk menyampaikan kebenaran Islam, meski (seperti diakuinya sendiri) masih belum banyak ilmu tentang Islam yang beliau pahami. Kontras dengan kebanyakan kita, betapa banyak yang pintar dan sangat menguasai Islam dengan baik, tapi menyimpannya rapat-rapat untuk kepentingan pribadi, dan tak mau mendakwahkannya demi orang lain? Pelajaran penting dari Ustadz Awi adalah, sebarkanlah Islam, ajarkanlah meski hanya satu ayat.

(3) Semangat Berjuang Di Jalan Alloh

Saya “iri” dengan semangat Ustadz Awi. Beliau naik motor dari Medan, dan ketika “mendarat” di Surabaya saat itu beliau usai berdakwah di beberapa daerah di Kalimantan, dan bertekad akan keliling Indonesia, bahkan manca negara (Subhanalloh). Bagaimana dengan kita?

(4) Meninggalkan Dunia, Menjemput Akhirat

Sebelum ini Ustadz Awi bekerja sebagai penerjamah bahasa di sebuah perusahaan besar dengan gaji tinggi. Beliau memutuskan cuti sementara, dan memilih “safari dakwah dengan motor” karena di luar sana masih banyak orang yang belum merasakan kehebatan dan kenikmatan Islam seperti dirinya. Beliau rela meninggalkan sejenak kenikmatan dunia untuk menyongsong kenikmatan akhirat, kelak. Kebanyakan dari kita justru sebaliknya, menukar kenikmatan akhirat yang kekal dengan kebahagiaan dunia yang tak seberapa. Astaghfirullah

Saya menutup ceramah malam itu dengan mengutip hadits Nabi, “Mad dunya fil akhirah illa mitslu maa yaj’alu ahaduhum ishba’ahu fil yammi, fal yandhur bimadza yarji’u... Dunia itu dibandingkan dengan akhirat, adalah seperti salah seorang di antara kalian memasukkan telunjuknya ke dalam lautan. Perhatikanlah, apa yang tertinggal pada telunjuk tersbut? (HR. Muslim, At-Tirmidzi, Ibn Majah, dan Ahmad)

Dunia yang indah ini, yang kita kejar setiap hari, dengan segala kebesaran dan kecanggihannya, hanya ibarat setetes air dibanding lautan akhirat? Maka sungguh salah prioritas kalau kita mendulukan kepentingan duniawi lalu mengabaikan akhirat.

Terima kasih Ustadz Awi Cheng Ho untuk inspirasi Anda yang luar biasa. Terima kasih Ya Alloh, sudah mempertemukan saya dengan beliau. Semoga Alloh memberikan beliau kekuatan dalam menghadapi setiap tantangan hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar